Sabtu, 14 Desember 2013

Katamu, untukku.

Seseorang pernah berkata padaku,
Di matanya, aku bagaikan matahari.

"Matahari itu....
Punya dua sisi yg berbeda,
tapi selalu berdampingan.
Kelembutannya dipagi hari menyapa semua orang yg akan memulai aktivitasnya.
Keindahannya disore hari mengantarkan orang yang lelah setelah seharian bekerja untuk pulang ke rumah.
Tapi indah dan lembut bukan berarti dia lemah dan tidak mampu.
Kekuasaannya disiang hari menunjukan kalau ia punya kekuatan dan tidak bisa diremehkan.
Matahari itu....
Terlihat biasa saja,
mungkin karena ia terlalu sering muncul setiap hari.
Orang-orang pun cenderung acuh akan kehadirannya
Karena, mereka berpikir
Acuh atau tidak terhadap matahari,tidak akan berpengaruh..
Ia akan tetap muncul esok hari.
Tapi, bisakah kau bayangkan jika hal yg sudah terbiasa ada dalam hidupmu itu tiba2 diambil atau hilang?
Apakah yg akan kau perbuat untuk menggantikannya?" -FCS

Untukku ini pujian, dari bintang.
Namun dialah bintang, jauh dan tak tergapai.
Demi Tuhan yang kami sebut dengan nama yang berbeda, sinarnya begitu menyilaukan.
Sinarnya kini menyakitiku, membuka kotak perih yang telah lama tak kutemukan.
Namun bintang tetaplah bintang.
Betapapun sinarnya menyakiti, akan tetap ku katakan indah dirinya.

Ini cerita tentang kita, matahari dan bintang.

Rabu, 04 Desember 2013

Pemeran utama dalam dunia Aku dan Kamu

Malam ini aku dedikasikan untuk menulis tembok diantara aku dan kamu. Tentang perbedaan yang tak kunjung akan berujung. Aku bukanlah sahabat Tuhan, yang mengetahui segala pikiranNya. Tapi aku yakin, Tuhan menciptakan dunia ini di atas fondasi perbedaan. Mari coba kita lihat, Tuhan menciptakan langit dan bumi. Keadaan yg membuat mereka saling mengagumi. Bumi akan terus memandang ke atas, melihat langit yang ditemani bintang. Namun tatapan langit pada bumi bukan merendahkan, percayalah diapun ingin bermain ke bumi bersama daun yang menarikan tarian senja. Lalu lihat lagi, Tuhan menciptakan laut dan pantai. Yang tak akan abadi kebersamaannya, tapi akan selalu menghampiri tanpa kenal kata bosan. Selanjutnya akan kau lihat dua magnet yang akan tarik menarik jika kedua kutubnya berbeda. Bayangkan jika seluruh dunia hanya ada lautan, atau gurun pasir. Kau akan membenci keseragaman, kau tak akan suka berbicara dengan cermin. Bayanganmu hanya akan mengikutimu, tak akan mewarnai duniamu. Perbedaan itu menjadikan kita sempurna. Lalu Tuhan menciptakan aku dan kamu.

Kamis, 21 November 2013

Peri kemarin malam

Aku takkan lagi menuliskan syair mengambang di atas air
Aku takkan lagi menangisi bayang yang tak berwujud
Aku takkan lagi menyanyikan nada minor yang tak bersyair
Aku takkan lagi, aku takkan pernah.

Jejak langkah sang peri yang kemarin malam singgah
Menunjukkan jalan yang tak pernah aku bayangkan
Tak tau kemana arahnya, tak tau apa tujuannya
Mungkin kemarin ingin kususuri jalan setapak tak bertuan itu
Namun hari ini, aku memilih untuk berbalik
Langkah peri itu begitu semu, tak tergapai
Ku pilih kembali ke rumah sekarang, daripada mencoba pergi lalu kehilangan jalan pulang
Daripada aku pergi kemudian tersesat.

Percaya pada apa yang aku pikirkan
Bahwa yang semu akan tetap menjadi semu
Jalan yang gelap takkan menjadi terang
Karena sang peri sungguh tak pernah hidup.

Kamis, 03 Oktober 2013

Untukmu, Awan

Kepada kamu, Awan
Ku titipkan,
Salam lewat angin yang kini meniupkan sejuk di sekelilingmu
Asaku lewat sungai yang memuai kepadamu
Gelisahku lewat tarian kata dalam syairku
Untukmu, dariku.

Apa kabarmu di atas sana?
Tetapkah melindungiku dari teriknya mentari?
Masihkah kau enggan turun dan mencoba rasakan hangatnya tanahku?
Atau
Menungguku terbang tertiup angin sampai padamu?

Selamat malam Awan,
sang Daun merindukanmu.

Selasa, 24 September 2013

Ketika daun bertemu awan

Ketika angin tak bertiup, lalu air tak mengalir. Bahkan ada langkah yang tak melaju. Kemudian ada pemuda yang tak bercita-cita. Saat itu juga lah ada kata yang tak terucap.

Di sana, sang daun menanti sang awan yang putih dan meneduhkan. Ketika itu, daun hanya mampu memandang ke arah awan yang kebetulan melintas tertiup angin.

Kini sang awan menjadi kerinduan untuk daun yang lama telah tergantung bak menunggu sampai suatu saat akan jatuh ke tanah dan menjadi tak berarti. Tidak, bukan sekarang. Daun itu punya sesuatu yang dia nanti. Walau daun tak dapat meminta, daun tahu sang awan masih akan tetap ada. Walaupun jauh, di atas.

Kata itu kata pujian, yg dipendam daun. Awan, kau begitu meneduhkan :)

Jumat, 06 September 2013

bagian bawah kehidupan

kecintaan yang tertambat dimasa lalu menimbulkan sebuah cerita
tenggelam dalam keindahan yang pernah terjadi
manusia tidak pernah puas
dalam hidupnya akan terus menuntut kepada orang yang dianggapnya bertanggung jawab
manusia, tidak pernah sadar akan keseharusannya
tidak pernah mengatakan salah kedalam dirinya
ego manusia terbangun semakin keras melawan kenyataan yang tak sesuai dengan kemauannya
aku adalah manusia yang sama
yang tak jauh berbeda dengan mereka yang aku kritik
aku juga manusia yang menuntut dan protes
tapi kemudian aku merasakan kelelahan yang semakin hari semakin merusak tubuhku
aku berbicara tentang apa yang ada di benakku
bukan sebuah hal yang dapat dianggap mutlak
apapun yang aku katakan, tak akan ada yang lebih puitis dibandingkan bicara tantang kebenaran
namun manusia kemudian sering mendustai kata-kata puitis itu
kita hidup di zaman dimana kebenaran tak selamanya benar
dan dimana kebenaran bisa disembunyikan dibalik kedok demi kebaikkan
siapa yang harus kita percaya sekarang?
kita harus terus berjalan maju
mempercayai apa yang kita lihat
karena apa yang kita lihat adalah cara-Nya memberi tahu kita apa yang selayaknya kita ketahui
namun tak layak jika kita memaksa orang lain mempercayai apa yang kita lihat
belum tentu dia melihat hal yang sama
belum tentu Tuhan ingin hal yang kau ketahui di ketahui orang lain
genggam erat keyakinan mu, hirup semua yang mereka katakan
namun hembuskan lagi apa yang kau anggap tak layak masuk ke dalam pikiranmu
kau dapat menutup matamu untuk tidak melihat apa yang tak ingin kau lihat
tapi kau harus selalu ingat bahwa kau tidak dapat memilih udara mana yang akan kau hirup
kau hanya mampu membuang kembali udara yang telah kau saring manfaatnya
karena kita cuma manusia.

Sabtu, 17 Agustus 2013

bangga menjadi aku

Aku akan tetap di sini, memandang bintang yang bertaburan di langit
Aku akan tetap di sini, menanti seorang pangeran yang menunggangi kudanya dengan gagah
Aku akan tetap di sini, hidup dalam dunia mimpi dan terus bermimpi
Aku akan tetap membicarakan tentang cinta layaknya seorang pujangga yang menulis puisinya di bawah pohon teduh di pinggir danau
Aku akan terus menulis ceritaku, menuliskan yang terbaik dan lebih baik daripada dongeng putri tidur
Aku akan terus menari berputar mengikuti musik yang tak berhenti di kepalaku
Aku akan terus bernyanyi diiringi suara langkah kakiku yang terus maju
Aku akan menjadikan decak kagum setiap orang sebagai lagu pengiring pernikahanku
Ini aku, masih di sini, dan akan tetap menjadi diriku